Apa yang terpikir di benakmu
ketika mendengarkan radio? Apakah lagunya yang up to date? Penyiar yang bersuara merdu? Atau acara favoritmu? Mayoritas
radio di Indonesia memang seperti itu. Penyiar asyik cuap-cuap sambil memutarkan lagu teranyar. Eh, tapi jangan salah. Ada satu radio di Bandung Raya
yang tidak memutarkan lagu sama sekali. Ya, inilah Radio Fajri 1458 AM Bandung.
Perjalanan mengunjungi Radio
Fajri terbilang gampang-gampang susah. Walaupun berembel “Bandung”, saat ini ia
tidak lagi berada di Bandung. Radio Fajri terletak di Cangkuang, Kabupaten
Bandung, tepatnya dua puluh menit perjalanan motor dari Soreang. Saya memulai
perjalanan dengan percaya diri. Travel dan ojek menjadi pilihan mobilitas saya.
“Ah pasti radio ini berada di pusat kota yang terjangkau dengan mudah,” seperti
itu pikiran saya sebelum berangkat. Bagaimana dengan kenyataannya? Rasa ragu
muncul ketika ojek yang saya tumpangi berbelok ke jalan kecil yang diapit
sawah. Saya mulai skeptis, ada ya radio di tempat seperti itu. Jalan cor-coran
di permukiman yang hanya muat dilalui satu mobil dengan sawah di kanan kiri.
Tidak adanya papan nama di depan bangunan membuat saya bingung. Papan yang ada
hanya petunjuk arah 100 meter ke Radio Fajri dari jalan utama. Keraguan itu baru
hilang saat saya tiba di lokasi. Tiang pemancar setinggi 45 meter di depan
gedung menyadarkan saya. Ternyata memang ada radio di tempat itu.
Kantor Radio Fajri berupa
kompleks bangunan. Ada kantor utama, mushola, dan mess tempat tinggal para
pekerja. Kantor yang berdiri sejak Juli 2011 ini berada di tanah seluas 806 m2.
Dominasi warna hijau di kantor utama, bagi saya, menggambarkan latar belakang
Islam yang mereka usung.
“Assalamualaikum,” sapa saya saat memasuki kantor Radio Fajri.
Idris, Manajer Operasional
Radio Fajri Bandung, menyambut saya dengan ramah. Kami pun mengobrol di ruang
tamu kantor yang cukup lenggang. Sesekali satu dua kru radio lewat di hadapan
kami.
Radio Fajri 1458 AM Bandung
merupakan anak Radio Fajri 99,3 FM Bogor. Secara resmi ia baru mengudara pada
Juli 2009. Namun, sejarah radio ini ada sejak tahun 1978.
Mengudara di Bandung Raya
pada tahun 1978, radio ini dulu bernama Radio Swara Cakrawala Sangkuriang.
Panggilan akrabnya Radio Sangkuriang. Sebagai radio hiburan Sunda, Sangkuriang
cukup terkenal di Bandung Raya. Perkembangan radio AM di zaman itu membuat
pendengar Sangkuriang ada di mana-mana, mulai dari Bandung hingga Cimahi dan
Lembang. Sayang, di tahun 1990, pergeseran radio AM ke FM dan kemajuan
teknologi mulai mengusur Sangkuriang. Ia akhirnya berhenti mengudara pada 2007.
Di tahun yang sama, muncul
Radio Rias AM di Bogor. Direktur radio ini, yang kemudian berganti nama menjadi
Radio Fajri Bogor, berniat mengembangkan radio dakwah Islam di daerah lain. Ia
pun mengakusisi Sangkuriang dari H. Rahmat Dwipraja, selaku pemilik lama.
“Sejak itu kontennya berubah
100% dakwah. Karyawannya juga ganti semua,” jelas Idris.
Dengan ambisi ingin
menyiarkan dakwah Islam khususnya di Tanah Pasundan, Fajri mendapat sambutan
sangat baik. Jelas saja karena mayoritas radio Bandung berbasis hiburan. Radio
Fajri mampu mewarnai dunia radio di Bandung dengan kajian dan murotal setiap
hari.
Perubahan zaman memunculkan
radio FM. Radio AM mulai langka dan ditinggalkan. Lalu, mengapa Fajri ‘betah’
ada di saluran AM?
“Gelombang FM di Bandung
sudah penuh. Radio juga butuh biaya dan mengurus perizinan yang tidak mudah,”
jawab lelaki berjenggot ini.
Kendala yang ada membuat
Fajri Bandung memilih bertahan di saluran AM. Lagipula, menurut Idris,
gelombang AM belum ditinggalkan. Ini terutama oleh manula yang punya radio AM
di rumah.
Biaya merupakan salah satu
masalah bagi Fajri. Radio yang juga punya cabang di Sukabumi dan Cirebon ini
tidak menerima iklan komersil dari luar. Pemasukan yang ada berasal dari zakat,
infaq, sedekah, dan wakaf pendengar. Yayasan Peduli Fajar Imani yang bertugas
mengelola donasi tersebut. Fajri bersikukuh tidak mau mencari iklan. Mereka mau
bertahan dengan donasi pendengar. Konsisten menjadi radio dakwah membuat banyak
pendengar yang mau berdonasi kepada Fajri. Toh,
waktu mereka masih menerima iklan dan donasi, pendapatan donasi justru lebih
banyak.
“Kami yakin pendapatan
donasi lebih berkah,” ujar Idris.
Selain mengalami perubahan
konten, jangkauan siaran Fajri Bandung juga agak berubah. Perpindahan kantor
dari Sukajadi ke Soreang membuat ada sebagian pendengar yang tidak bisa
mendengar Fajri lagi. Untungnya ada pendengar baru yang muncul.
Kata Idris, “Pendengarnya
berimbang. Ada yang ilang, ada yang
muncul lagi”.
Fajri Bandung punya delapan
pekerja. Mereka bertugas sebagai penanggung jawab, sekretaris, dua operator,
dua satpam, dan dua orang di bagian pendanaan. Jumlah yang sedikit untuk radio
dengan cangkupan luas. Para pekerja yang ada di Fajri Bandung berasal dari
pusat. Fajri Bogor-lah yang menempatkan setiap pekerja di radio cabang.
Nantinya akan ada perputaran pekerja. Misal sekarang Idris di Bandung, bisa
saja besok ia kembali ke Bogor atau malah pindah ke radio cabang yang lain.
Saya pikir kinerja mereka lebih
susah karena keterbatasan pekerja. Ternyata kerjaan mereka tidak se-ribet itu. Ini terjadi karena Fajri
tidak melakukan siaran langsung. Sekitar dua puluh pemateri yang mereka punya
berasal dari Bogor. Mereka hanya memutarkan rekaman. Walau begitu, tetap ada
ruang siaran bagi penyiar yang sekaligus menjadi operator. Selain itu, ada juga
ruangan rekaman tempat mereka merekam iklan. Eh jangan salah. Mereka memang
tidak menerima iklan komersil dari luar. Namun, mereka punya iklan yang dibuat
secara internal. Ini bisa berisi iklan seputar radionya atau produk madu,
minyak zaitun, dan buku kajian yang mereka jual.
“Tapi kami enggak jor-joran maksa orang beli produk ini.
Cukup kalau ada yang ingin beli, ya kami antar,” bela Idris.
Salah satu segmen andalan
Fajri, menurut Idris, adalah Pilihan Anda. Di acara ini, pendengar disuguhkan
lima judul ceramah. Penyiar akan mengiklankan isi materi setiap judul. Satu
ceramah punya durasi lima menit. Penyiar kemudian melakukan interaksi dengan
pendengar. Mereka berhak memilih ceramah mana yang mau mereka dengar. Hmm..
semacam request lagu di radio
hiburan. Pendengar bebas memilih lagu mana yang akan penyiar putarkan. Hal yang
beda hanya di ‘lagu’ yang diputarkan.
Selain itu, acara tanya
jawab juga ramai oleh pendengar. Mereka bisa menanyakan solusi dari suatu masalah
via Whatsapp kepada pemateri Radio Fajri. Pertanyaan akan dikumpulkan selama
sebulan, baru nanti dibalas lewat rekaman.
Kemajuan teknologi mungkin
menggusur radio AM. Fajri bisa bertahan dengan memanfaatkan itu. Sejak tahun
2017, mereka punya radio streaming
yang bisa didengar lewat laman mereka, http://fajribandung.com. Banyak sih radio yang merambah ke streaming online. Apa yang spesial? Ternyata
radio ini juga punya aplikasi Fajri Bandung di Playstore. Tinggal unduh dan
klik aplikasinya, selama ada sinyal dan kuota, dijamin kita bisa mendengar
siaran Fajri di mana saja.
Tiba-tiba rasa ingin tahu
muncul di benak saya. Agama Islam kerap dikitkan dengan radikalisme dan
teroris. Banyak orang di luar yang menggeneralisasikan Muslim dengan pelaku
teror. Sebagai radio berbasis dakwah Islam, apakah Fajri pernah dianggap
radikal?
Menurut Idris, ada dua jenis
pendengar; pendengar setia yang standby
24 jam dan mereka yang hanya sesekali mendengarkan Fajri. Ia mengaku tidak
pernah mendapat komplain secara langsung. Kalau obrolan warga sekitar soal
mereka yang radikal itu baru ada.
“Ada yang bilang kami
radikal. Radikalnya di mana? Kita (kami re:) juga bergaul sama warga sekitar, ngundang mereka kalau ada acara, dan
mengadakan bakti sosial. Nyebutnya
radikal, fundamental, dan teroris karena penampilannya jenggotan dan celana
ngatung,” ujarnya agak keras.
Penampilan mereka memang
dianggap seperti teroris, dengan jenggot dan celana ngatung. Padahal pakaian
seperti itu kan bukan ‘seragam’
teroris, melainkan tindakan atas tuntutan agama. Belum lagi orang menganggap
Radio Fajri aneh karena full tanpa
musik.Untuk mengatasi anggapan buruk warga, Idris sering mengajak kru radio
mengajarkan anak-anak sekitar mengaji dan akhlak baik. Biasanya ini mereka
lakukan di mushola kantor.
Menjadi radio yang berbeda
jelas bukan hal mudah. Untungnya Bandung wilayah yang heterogen. Menurut Idris,
banyak orang di Bandung yang menerima perbedaan, termasuk Radio Fajri yang
berbasis dakwah Islam. Dengan sajian Islam yang lengkap dan akurat, pemateri
yang berkualitas, dan sumber informasi yang amanah, niscaya Fajri mampu menjadi
pemimpin radio dakwah dan informasi Islam di Indonesia. Ini sesuai dengan visi
dan misi mereka.
Allahuakbar Allahuakbar..
Tak terasa adzan Zuhur telah
berkumandang. Ini saatnya kami menunaikan ibadah. Sebelum mengakhiri obrolan,
Idris memberikan buku Pendidikan Robbani
Di Masa Rosululloh karya Dr. M. Sarbini, M.H.I., salah satu pemateri Radio
Fajri, kepada saya.
“Semoga buku ini bermanfaat
dan Mbak bisa ikut mengenalkan Radio Fajri Bandung kepada masyarakat,” pesan
penanggung jawab Radio Fajri itu kepada saya.
Komentar
Posting Komentar