Selama masa penyebaran
Covid-19, masyarakat mengurangi interaksi langsung dan beralih ke hubungan digital.
Sekolah lewat Zoom, belanja online,
hingga aplikasi pelayanan umum jadi solusi masyarakat memenuhi kebutuhan tanpa
tatap muka. Seiring waktu, interaksi berbasis teknologi rentan menimbulkan
masalah bagi pengguna, apalagi mengingat penduduk Indonesia secara umum tidak
sefamiliar itu beraktivitas di rumah hanya berhadapan dengan monitor. Bayangkan,
seorang kakek yang terbiasa mengantri di kantor BPJS tiba-tiba disuruh mengurus
keperluannya lewat aplikasi. Bingung? Tentu saja. Ketika kebingungan muncul, customer service atau CS menjadi kontak
pertama yang masyarakat hubungi. Secara teori, CS berperan memberi kejelasan
dan solusi dari keluhan pelanggan. Tapi, apakah benar demikian?
Seberapamampukah CS menjawab pertanyaan dan memberi solusi hanya lewat telepon,
media sosial, atau laman resmi perusahaan, terutama terhadap masyarakat umum
yang tidak familiar dengan teknologi?
Menjadi CS itu susah.
Mereka harus siap menerima keluhan segala jenis manusia selama waktu kerja
perusahaan. CS yang hanya bertugas di jam kerja saja bisa dihubungi ratusan
orang, apalagi mereka yang sedia 24 jam. Menjadi CS itu susah, tapi menelepon
CS lebih susah lagi. Pelanggan yang menghubungi CS lewat media sosial atau
laman tertulis butuh waktu balasan lebih lama daripada telepon langsung, yah walau bagaimanapun CS profesional
tentu tetap membalas pesan tertulis dengan cepat. Telepon CS menjadi sarana
lebih cepat yang banyak orang pilih. Ada beberapa hal pula yang lebih mudah dan
jelas diucapkan daripada tulis. Sayangnya, komunikasi lewat telepon punya
masalah tersendiri. CS dan penelepon harus sepaham. Menjelaskan solusi kepada
penelepon adalah tugas terberat tapi paling harus CS lakukan. Salah ucap
sedikit, persepsi penelepon bisa beda. Pemahaman berbeda kemudian menimbulkan
solusi tidak tercapai. Kenyataannya, tidak semua CS mampu menjawab telepon
dengan baik.
Di era pandemi ini, jumlah
penelepon CS meningkat, terutama bagi perusahaan yang terdampak langsung dengan
penyebaran Covid-19 seperti perusahaan kargo dan distribusi. Waktu telepon
terbatas karena banyak penelepon mengantri. CS berusaha menjawab dengan cepat,
tapi hasilnya mereka justru terkesan memburu-buru pelanggan yang kebingungan.
Padahal, orang bingung yang diburu-buru justru bertambah bingung, kan? CS secepat mungkin “mengatasi”
masalah yang ada, tanpa mempedulikan apakah pelanggan benar-benar paham atau
tidak. Perbedaan usia, latar belakang, dan sifat individu menghambat komunikasi
efektif antarpihak. Kita yang berbicara langsung tatap muka saja sering salah
paham, apalagi bicara lintas daerah lewat telepon. Hal teknis macam volume,
kecepatan suara, dan simpati CS selama berhubungan dengan pelanggan juga
menjadi kekurangan lain yang perlu terus diperbaiki. Cara telepon dengan
pelanggan berusia lanjut tentu berbeda dengan pelanggan usia muda, jadi jangan
bicara cepat apalagi dengan suara kecil. Simpati, empati, dan emosi CS harus terjaga
setiap pelanggan menelepon. Jika CS tidak peduli dengan kebingungan pelanggan,
bagaimana mereka bisa memastikan masalah pelanggan teratasi?
Customer
service salah satu
pekerjaan vital yang memperlihatkan kualitas perusahaan. Mereka berhubungan
langsung dengan berbagai pelanggan yang nanti menilai kinerja perusahaan.
Kenaikan kebutuhan CS, terutama di tengah krisis, perlu dianggap serius. Selama
penyebaran Covid-19, masyarakat butuh informasi cepat dan tepat. JNE, sebagai
contoh, tidak bisa mengandalkan satu customer
service ketika jangkauan layanannya seluas Indonesia. Penambahan CS jadi
alternatif percepatan layanan bagi pelanggan. Selanjutnya, perusahaan perlu mengevaluasi
kerja CS secara berkala. Ini untuk memastikan seberapa mampu mereka menjawab
dan mengatasi masalah pelanggan dengan efektif tapi tetap memperhatikan
pelanggan. Penilaian cara komunikasi dan kestabilan psikis dilakukan supaya
tidak ada hambatan yang mempengaruhi cara kerja CS. Pelatihan bidang komunikasi,
seperti public speaking, menjadi hal penting
lain yang sebaiknya perusahaan berikan untuk menaikkan standar dan kemampuan
pelayanan CS.
Customer
service dan bidang lain
yang berhubungan dengan manusia, terutama pelanggan, merupakan garda depan muka
perusahaan di publik. Sebagai pihak yang berhadapan langsung dengan pelanggan, “wajah”
CS haruslah baik – jika tidak ingin dibilang sempurna. Tanpa tutur kata dan
gestur yang penuh kepedulian pada masalah pelanggan, CS tidak akan menampilkan
kerja tulus. Salah-salah, pelanggan tidak merasa puas dan nama perusahaan jadi
taruhan.
Komentar
Posting Komentar