"Langit itu indah ya," ujarku sambil menatap senja emas di ufuk sana. Seseorang di samping menatapku diam. Bualan apa lagi ini, mungkin itu pikirannya saat melihatku. Menit detik berlalu di antara kami. Tak ada obrolan. Hanya dia yang menatapku memandang turunnya surya.
"Apa maksudmu?" tanyanya memecah keheningan. Aku mengalihkan pandanganku menujunya sambil tersenyum."Langit senja memang indah. Semburat emas menyinari insan di bawahnya. Burung2 terbang mencari hangat keluarga. Manusia.."
"Bukan," potongku atas ucapannya. Dia mendelik. Sedikit tak suka kepadaku.
Aku berdiri melangkahkan kaki. Mengalungkan tangan ke pagar pembatas atap. Bisa ku rasakan sorotnya mengikutiku.
"Langit itu punya banyak warna. Tahukah kamu kalau langit senja itu hadiah Tuhan bagi manusia. Ia sengaja memberikan keindahan di penghujung sebagai hadiah kerja keras manusia di hari itu."
Aku memutar tubuh menatapnya. Tak kusadari dia telah berdiri mendekatiku. Masih diam dengan wajah datarnya. Kenapa pula orang ini tak pernah punya ekspresi, batinku.
"Lalu?" tanyanya menggantung.
"Pagi itu biru. Sendu ketika manusia takut meninggalkan hari kemarin. Sebagian belum lepas dari hari lalu untuk siap mengusung hari baru. Tapi pagi tak lagi sendu ketika surya semakin naik memperlihatkan kapas lembut yang mewarnai langit. Lukisan Tuhan yang mutlak," ujarku sambil memanjangkan lengan. Berusaha meraih matahari yang semakin tenggelam. Orang itu kini berada di sampingku. Ikut mnyenderkan badan menatap rumah-rumah di bawah kami. Neon dan teplok mulai menyinari sekeliling.
"Ah tapi malam tak berwarna. Hitam gelap kelam. Tak ada spesialnya."
Aku tertawa. Cukup keras untuk membuatnya menatapku.
"Apa? Apa warna langit malam?" tanyanya menantangku.
"Malam memang tak berwarna. Gelap melahap kehidupan. Tapi gelap malam membuat langit berkelap-kelip. Sang permata bertaburan. Berantakan tapi indah. Ketika bintang tak adapun kamu masih bisa melihat gemerlap dari neon yang menyinari setiap rumah. Itu pertanda ada kehidupan di dalamnya. Kehidupan yang menanti mimpi dan semngat di hari esok."
Ucapanku memekarkan bibir tipisnya. Jakun orang itu naik turun menahan tawa.
"Kamu ini selalu ada-ada saja. Ucapan dan imajinasimu itu tak ada habisnya."
"Malam memang tak berwarna. Gelap melahap kehidupan. Tapi gelap malam membuat langit berkelap-kelip. Sang permata bertaburan. Berantakan tapi indah. Ketika bintang tak adapun kamu masih bisa melihat gemerlap dari neon yang menyinari setiap rumah. Itu pertanda ada kehidupan di dalamnya. Kehidupan yang menanti mimpi dan semngat di hari esok."
Ucapanku memekarkan bibir tipisnya. Jakun orang itu naik turun menahan tawa.
"Kamu ini selalu ada-ada saja. Ucapan dan imajinasimu itu tak ada habisnya."
Lelaki itu tertawa kecil mengusak rambutku.
Komentar
Posting Komentar